Thursday 27 February 2014

Mengapa harus malu untuk jujur?

Sedih...
Pagi ini membaca artikel seseorang yang saya kenal dan saya tahu dia tidak seperti yang dia ceritakan di artikelnya. Pertanyaannya, kenapa harus ngarang? Hanya untuk bisa tampil di majalah? Hanya untuk dapat hadiah? Hanya untuk bisa eksis? Itu artikel kan dibaca banyak orang... Kenapa harus menceritakan fakta yang lain? (yang mana jadinya bukan fakta) Kalo bicara yang bukan fakta, apalagi pada khalayak, bukannya itu namanya bohong?

Baiklah, saya mencoba untuk berpikir positif bahwa seseorang itu hanya ingin bisa eksis dan tampil di majalah atau supaya menang, tapi apakah harus dengan cara menulis hal yang bukan kejadian sebenarnya? (soalnya kalo gak gitu, gak kepilih buat menang/tampil, dwi..)

Suka miris aja sama ibu-ibu muda jaman sekarang yang selalu ingin menjadi "super mom". Jadi kangen sama @mamayeah yang seringkali menampar kita semua para ibu muda untuk selalu berkaca diri. Banyak dari kita yang suka melebih-lebihkan apa yang sebenarnya terjadi di dunia fana kita ini. Kenapa harus malu untuk mengakuinya?

Saya gak malu untuk bilang: "Anakku tidak asi eksklusif" nyatanya memang ketika baru lahir, kita tidak dapat langsung rawat gabung, si suster meneror malam2 kalo anaknya nangis terus, udah ngenyel2an juga tapi harus berakhir dengan pasrah di kasih sufor. Gak papa... yang paling penting adalah usaha maksimal ku setelah itu untuk selalu memberikan ASI 99%. Gak tergoda untuk kasih sufor atau MPASI sebelum 6 bulan, dan tersu berjuang memerah ASI. Iya 99%, yang 1% lagi pernah dikais sufor pas belum rawat gabung dan pernah juga dikasih air zam-zam beberapa tetes karena masih minim pengetahuan tentang ASI eksklusif. The point is, I don't (really) care about ASI eksklusif label or certificate or whatever symbolic. But I do care about how tough I try to give ASI to my baby up to 2 years 5 days, how deaf I am to people who asked me to start MPASI soon and how struggle I am to the nonsupportive environment. Hope my baby would appreciate this someday.

Tentang MSG, sama. Saya orang yang tidak suka MSG, sangat bisa mendeteksi makanan yang ber-MSG dan yang tidak, tapi juga tidak sebegitu antinya sama MSG. Saya memang selalu mengusahakan masak sendiri di rumah untuk keluarga kecil saya, tapi kalau akhir pekan juga kadang saya malas masak dan berujung beli sayur n lauk di luar rumah. Ya sesekali untuk keberagaman makanan kan gak papa. (monggo kalo ada yang punya pendapat berbeda, boleh kok.. Kan kita gak harus sama. yang penting harus bisa saling menghargai).

Tentang susu formula, susu sapi, susu UHT atau susu selain ASI. Ada orang yang ekstrimis banget, maunya ASI lanjut UHT. Ndak masalah.. Buat saya setelah usia 6 bulan, tidak ada makanan dan minuman yang sempurna untuk manusia. Maka semua yang diasup haruslah bergizi beragam dan berimbang. termasuk susu. Saya gak pernah setia pada satu merk. Selalu coba merk lain untuk variasi.

Intinya, kembali lagi ke kasus awal, ndak masalah berbeda. Mau dibilang mainstream atau anti mainstream. Yang penting kita yakin dengan pilihan kita, punya dasar yang kuat untuk memutuskan memilih sesuatu dan yang jauh lebih penting adalah tidak munafik. Tidak harus bilang pemberi ASI eksklusif kalau memang kenyataannya tidak. Hadiah itu dibawa pulang. Kebohongan itu dibawa mati.