ARKAMSI adalah kata baru untuk saya. Dan ternyata itu adalah akronim dari ARek KAMpung SIni yang berarti orang kampung sini. Arkamsi adalah akronim yang diciptakan oleh mahasiswa KKN saya bagi temannya yang bisa dengan mudah menyatu atau membaur dengan masyarakat.
Ini adalah pengalaman pertama saya sebagai Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) KKN-PPM UGM. KKN yang saya tangani berlokasi di Desa Pemenang Timur, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Unit ini terbagi atas 3 sub unit, yaitu di Dusun Muara Putat, Dusun Karang Bedil, dan Dusun Koloh Tanjung. Mahasiswa KKN saya awalnya sudah membentuk kelompok yang terdiri dari 21 orang, lalu karena proposal kami disetujui oleh LPPM dan kami masih kekurangan mahasiswa, maka topik kami dibuka untuk mahasiswa lain agar dapat memilik topik KKN kami. Ada tiga orang mahasiswa selain kelompok awal yang memilih topik kami. Tiga orang itu adalah Meta Aisyah dari Jurusan Sosiologi-FISIPOL, Amri dari Jurusan........(harus saya cek lagi) dan Arif Rahman Hakim dari Jurusan Administrasi Negara. Berdasarkan pengamatan teman-teman satu unit, ketiganya dikatakan memiliki karakter yang hampir mirip, yaitu rajin, fokus untuk KKN dan sangat menyatu dengan warga. Saking menyatunya dengan warga, mereka dijuluki ARKAMSI. Atas alasan ini kemudian teman-teman satu kelompoknya memililki kecurigaan pikiran bahwa mereka bertiga adalah mata-mata LPPM. Kebetulannya lagi, saya yang mengacak mahasiswa untuk dikelompokkan dalam 3 sub unit tersebut menempatkan 3 mahasiswa ‘baru’ tersebut (yang mana sebelumnya saya tidak tahu mana yang mahasiswa ‘baru’ dan ‘lama’) di 3 sub unit yang berbeda. Jadilah kecurigaan unit semakin kuat.
Saya geli sekali ketika kunjungan Monitoring dan Evaluasi yang kedua (sekaligus pamitan), saya membuat responsi dan evaluasi per sub unit. Dengan begitu saya bisa mengamati apa yang terjadi dalam unit maupun sub unit itu, bagaimana hubungan antar sub unit, dan lain sebagainya. Mahasiswa menjadi lebih leluasa untuk mengatakan apa yang mengganjal hati atas penilaian-penilaian terhadap teman-temannya. Saya terkejut sekali ketika ada yang bertanya kalau tiga orang ‘baru’ itu sebenarnya adalah mata-mata LPPM. Respon saya hanya tertawa (saya tertawa terbahak-bahak) dan belum sempat berkomentar, mereka sudah merespon lagi dengan penuh keyakinan, “Tuh, kan, beneran ya, Bu???” atau “Gak salah lagi.. Bener kan, Bu?”. Saya semakin tertawa terbahak-bahak.
Bagaimana bisa mereka dapat pemikiran seperti itu? Apakah mereka menilai diri mereka “perlu untuk dicurigai” atau “perlu untuk dimata-matai”? Itu artinya apa? Apakah mereka benar berniat untuk main-main dengan KKN ini?