”apa yang ngangenin dari Indo yang bikin kalian pengen pulang?
Apa yang nyebelin yang bikin males pulang?” (Arinurman, 2015)
Jawaban dari kebanyakan orang, yang ngengeni pasti makanan,
cuaca, sahabat, keluarga, ada juga yang bilang karena jarang masjid.
Kalau yang nyebelin beraneka ragam. Mulai dari macet,
panas, nyamuk, banjir, pemerintah, sistem, dan lain-lain.
Jawaban
saya mungkin yang paling abstrak, tapi buat saya nyata. Menurut saya yang ngangeni
itu emosi yang muncul dari konteks yang hadir secara alami. Bukan soal materi
(makanan, cuaca, dll). Tapi apa yang terasa dibalik apa yang terlihat.
Penghidupan dari kehidupan itu sendiri. (omong opo tho iki?)
Konteks itu gabungan dari banyak unsur yang membangun sebuah suasana atau situasi. Ada unsur fisik (seperti ukuran, jumlah, warna, tingakt kebisingan, dll), unsur sosial (jumlah orang yang hadir, usia, jenis kelamin, hubungan dengan kita, dll), unsur ekonomi (harga, cara transaksi), keterkaitan dengan hal lain (misal lagi ngomongin makanan, yang kita rasakan kadang terpengaruh dengan kehadiran makanan yang lain), dan suasana budaya (tradisi, pola budaya, kepercayaan yang diturunkan pada kelompok sosial tertentu) (King & Meiselman, 2010).
Bahwa bukan
makanan Indonesia yang saya rindukan. Karena saya yakin (yang penting yakin dulu) saya bisa
membuatnya dimanapun berada. Bukan cuaca yang saya kangenkan. Karena saya yakin
saya sering mengeluh tentang hal itu.
Bahwa bukan gelar pendidikan yang saya
cari, tapi petualangan hingga saya meraihnya. Bukan umur berapa saya menikah,
tapi rasa nyaman dan tenang setelahnya. Bukan berapa jumlah anak yang kita miliki,
tapi perasaan yang berwarna-warni ketika hamil dan menyusui yang saya ingin
rasakan lagi. Perasaan, feeling, emotion, itu semua tidak kasat mata. Tidak
konkret. Tidak bisa kita lihat. Tidak bisa kita sentuh. Tidak bisa kita dengar.
Tidak bisa kita bau. Tapi pasti bisa kita rasakan dengan hati. And that’s it! Sometimes you don’t need a reason to
believe. You just need to feel, listen to your truly heart, and enjoy!
Kalau mau logika, pertanyaan tentang kangen dan sebel itu
kan pertanyaan abstrak, tentang emosi. Kenapa jawabannya konkret?