Wednesday 7 December 2011

Birokrasi Kewarganegaraan

Mengurus kartu tanda penduduk (KTP) adalah hal yang urusan prosedur birokrasinya saaaaangat panjang. Beruntung jika Anda memiliki ketua RT yang mau mengabdi pada masyarakatnya dan menguruskan urusan KTP ini. Jika tidak, artinya anda harus mengurusnya sendiri dan itu berarti anda bisa tahu benar betapa panjang, repot dan ribetnya urusan itu di Indonesia. Dan hal itulah yang terjadi pada saya.

KTP awal saya adalah KTP Depok-Jawa Barat. Seharusnya setelah menikah, langsung diurus surat kepindahan saya untuk bisa memiliki satu kartu keluarga dengan suami yang bertempat tinggal di Sleman-Yogyakarta. Sayang sekali urat sabar saya tidak sepanjang urusan birokrasi yang seharusnya saya tempuh. Jadi saya memilih untuk membayar seseorang yang mau melakukan urusan pemindahan alamat ini untuk saya. Untuk memiliki kartu keluarga (KK) sendiri (bersama suami), saya harus mengurus perpindahan KTP dari Depok ke Jogja. Kenapa saya harus satu KK dengan suami? Karena ini berkaitan dengan pengurusan akte lahir anak kami nanti. Jadi prosedurnya :
KTP awal -> surat pindah -> KTP dan KK baru -> Akte lahir anak
Namun berhubung surat pindahnya salah alamat (seharusnya bisa langsung dipindahkan ke alamat yang sama dengan suami saya di Gamping, Sleman, DIY, namun saya dipindahkan ke alamat kakak saya di Sorosutan, Kota Jogja, DIY), maka jalur yang harus saya tempuh adalah :
KTP Depok -> surat pindah ke Sorosutan -> KTP dan KK baru Sorosutan -> surat pindah ke Gamping -> KTP dan KK baru Gamping -> Akte lahir anak
Luar biasa bukan? Nah, untuk mendapatkan dokumen setiap tahap, maka saya (atau orang yang menguruskan untuk saya) harus mengurus surat-surat ke beberapa elemen masyarakat terlebih dahulu. Sebagai contoh, untuk mendapatkan surat pindah dari Depok ke Sorosutan, tahap yang harus dilalui adalah :
RT -> RW -> Kelurahan -> Polisi -> Kecamatan -> Dinas Kota -> dapat surat pindah
Untuk mengurus surat pindah dari Depok ke Sorosutan, biaya yang harus saya keluarkan adalah :

RT/RW         Rp 10.000
Kelurahan      Rp 25.000
Polisi             Rp 30.000
Kecamatan    Rp 10.000
Dinas             Rp 60.000
Fotocopy       Rp  7.000
Cetak foto        Rp 12.000
Materai          Rp  8.000
Ongkos          Rp 23.000
Jasa                Rp 15.000
Total             Rp 200.000

Lalu saya bawa surat pindah tersebut ke Jogja dan mengurus KTP baru untuk wilayah Kota Jogja. Biaya yang harus saya keluarkan adalah :
RT                 Rp 10.000
RW               Rp 10.000
Kelurahan      Rp 25.000
Kecamatan    Rp 15.000
Kota              Rp 80.000
Fotocopy       Rp  3.000
Cetak foto     Rp 15.000
Jasa               Rp 50.000
Total            Rp 208.000
Setelah mendapatkan KTP dan KK baru di Kota Jogja, saya harus mengurus surat pindah dari Kota Jogja ke Gamping. Biaya yang harus saya keluarkan adalah :
RT                 Rp 10.000
RW               Rp 10.000
Kelurahan      Rp 20.000
Kecamatan    Rp 10.000
Kota              Rp 51.000
Fotocopy       Rp     500
Jasa               Rp 23.500
Total            Rp 125.000
Jadi total biaya yang harus saya keluarkan untuk kepindahan saya adalah sebesar Rp 533.000 (LIMA RATUS TIGA PULUH TIGA RIBU RUPIAH!!!). Luar biasa bukan? Inilah Indonesia...

Bisakah sistem ini dirubah? Apakah ini sistem yang terbaik? Toh tetap saja orang Indonesia yang super kreatif, meski dengan ribetnya birokrasi yang ada, beberapa tetap punya identitas lebih dari satu. Bingung saya...

Di Belgia, kartu tanda penduduk sudah berupa kartu elektronik. Biaya pembuatan hanya 17 euro untuk pembuatan kartu saat pertama kali pembuatan saja. Tidak ada biaya sama sekali untuk perpanjangan dan perpindahan alamat.

Proses pembuatan kartu identitas di Belgia tidaklah sulit. Saya hanya perlu mengantri paling lama 2-3 jam, dan urusan akan segera selesai.
Belgium Residence Card - tampak belakang

Belgium Residence Card - tampak depan

Kartu elektronik ini memiliki banyak keuntungan karena sudah terintegrasi. Misalkan saya pernah ingin mengganti SIM card telepon seluler saya. Saya tinggal datang ke gerai provider yang saya inginkan, dan mereka pasti membutuhkan detail alamat saya. Mereka tinggal menancapkan kartu identitas elektronik saya ke suatu alat yang dapat membaca dan mencetak informasi yang terdapat pada kartu identitas tersebut. Contoh lain adalah saat saya tertangkap di kereta karena saya lupa menuliskan tanggal, stasiun asal dan stasiun tujuan saya di tiket (oh, buka aib ;p). Walhasil si petugas meminta kartu identitas saya, memasukkan kartu tersebut di mesinnya dan voila!! Saya sukses terdaftar sebagai kriminil. Masih untung hanya kena denda sebesar 72 euro T,T. huhuhu....

Konon katanya memang KTP Indonesia akan dibuat macam e-KTP. Entah kapan akan terealisasi dan entah bagaimana dampaknya terhadap orang-orang yang memiliki lebih dari satu KTP. Ini memang negara hukum, tapi tak banyak orang yang mengerti hukum. Kita lihat saja, sudah berapa banyak dana yang harus dikeluarkan pemerintah dan sebagaimana kreatif orang-orang pemerintah memanfaatkannya.. We'll see...